Minggu, 28 Maret 2010

Kompetensi Baru Divisi Human Capital

Tepat bila menyebut perilaku pebisnis di negeri ini adalah gerombolan, tidak peduli yang bermain pada wilayah konglomerasi ataupun UKM. Hal demikian berimbas pada para profesional yang menjalankan bisnis. Salah satu profesional itu adalah pengelola divisi human capital. Syahdan dalam lima tahun terakhir isu paling hangat yang sedang digarap divisi human capital bernama compentency based human resources management (CBHRM).

Mahkluk CBHRM ini lantas menjadi jargon paling populer di dunia human capital. Seakan-akan bila divisi human capital sebuah perusahaan tidak menjalankan konsep CBHRM langsung dianggap perusahaan bersangkutan ketinggalan kereta dalam pengembangan human capitalnya. Alhasil bergerombol perusahaan-perusahaan menerapkan CBHRM tanpa memahami esensi utamanya. Nyaris setali tiga uang dengan perilaku gerombolan berbisnis lainnya, CBHRM mengalami kebangkrutan disana-sini. Langkanya cerita sukses dari sebuah perusahaan di negeri ini dalam menerapkan CBHRM dan mahalnya investasi yang harus dibenamkan baik berupa uang maupun waktu alhasil CBHRM tetap menarik hanya untuk didiskusikan. Sementara dalam tahap eksekusi, CBHRM tersengal-sengal nyaris kehilangan tenaga. Ketika mula pertama CBHRM masuk ke negeri ini disambut gegap gempita, akhirnya berujung pada kekecewaan.

Mengapa penerapan CBHRM di negeri ini mengalami kesulitan? Ada tiga faktor penyebab pokoknya. Pertama, CBHRM dibanyak perusahaan hanya merupakan program parsial dari strategi perusahaan secara keseluruhan. CBHRM hanya menjadi tanggung jawab divisi human capital, sementara divisi-divisi lain bersikap cuek untuk tidak menyebut apatis. Hal demikian muncul karena minimnya dukungan CEO dan pemegang otoritas lainnya atas penerapan CBHRM ini.

Kedua, minimnya kecerdasan dan keahlian pengelola divisi human capital sendiri terhadap isu-isu paling kontemporer pengembangan human capital. Masa lalu divisi human capital sebagai divisi buangan jika tidak diterima pada divisi lain dan sifat dari pekerjaannya yang bermain pada wilayah administrasi dan personalia semata membuat pengelola human capital tergagap-gagap ketika gelombang CBHRM melanda korporasi di kolong langit ini. Pengelola human capital yang terjebak pada paradigma lama tentang peran tradisionalnya, alhasil terperangah tak berdaya begitu konsep CBHRM mulai beroperasi.

Ketiga, konsistensi. Inilah penyakit yang menjangkiti hampir semua sendi kehidupan di negeri ini. Konsistensi minim dari CEO dan direksi lain serta didukung oleh pengelola divisi human capital sendiri, membuat CBHRM menjadi kertas berisi teori-teori yang sama sekali tanpa implementasi. Padahal konsistensi merupakan syarat mutlak yang tidak boleh dilanggar manakala korporasi ingin menerapan CBHRM.

Meminjam lagu jadul, kisah sedih penerapan CBHRM ternyata tidak hanya di hari Minggu, namun sepanjang hari dimana korporasi bersangkutan beroperasi. Investasi mahal tanpa hasil optimal ini berimbas pada pemahaman umum; CBHRM tidak sesuai dengan kondisi korporasi Indonesia. Sebuah pelarian tidak cerdas sekedar menutupi ketidakcakapan dalam penerapan CBHRM.

Ketika CBHRM mengalami banyak kebuntuan pada mayoritas korporasi negeri ini, justru di belahan negeri lain CBHRM mengalami perbaikan dan penyempurnaan disana-sini. Para praktisi dan pengamat human capital tak henti-henti menyederhanakan konsep CBHRM ini sehingga ketika akan diterapkan pada korporasi yang hidup di sebuah negeri yang malas belajar pun akan mudah dan murah. Kajian paling kontemporer muncul dari HR Magazine yang dipublikasikan Juni 2007 ini.

Ada enam elemen agar pengelola human capital ini sukses dalam penerapan human capital berbasis kompetensi. Elemen pertama dan menjadi landasan elemen lainnya adalah Pengelola yang Kredibel. Tanpa kredibilitas pengelola human capital maka menjadi kepura-puraan yang dibuat-buat apabila perusahaan ingin menerapkan human capital berbasis kompetensi. Pengelola kredibel ini ditandai dengan; (a) selalu berorientasi pada hasil dengan integritas tinggi, (b) cakap membagi informasi, (c) membangun hubungan dengan dasar saling percaya pada setiap divisi, dan (d) menjalankan fungsi-fungsi human capital dengan sikap untuk selalu bertumbuh.

Elemen kedua adalah Pelaksana Budaya Perusahaan yang teruji, dan menterjemahkannya dalam operasional sehari-hari. Perannya sebagai fasilitator perubahan, mendesain budaya, dan penyelaras budaya perusahaan ke budaya personal. Budaya perusahaan sebagai ’alat’ untuk menggerakkan seluruh warga organisasi menjadi elemen sangat penting dalam CBHRM ini.

Elemen ketiga, sebagai Pengelola Bakat dan Desainer Organisasi. Isu paling panas yang sekarang menghinggapi divisi human capital negeri ini yaitu talent management dan organization development masuk dalam elemen ketiga. Pada elemen ketiga ini pengelola human capital bermain pada wilayah pelatihan, pengembangan dan jenjang karir bagi karyawan. Tidak ketinggalan peran tradisional yang tidak boleh dilanggar adalah mendesain sistem ganjaran (reward system) yang adil bagi karyawan. Semua hal ini akan terlaksana dengan baik manakala dibangun sistem dan desain organisasi yang menghargai karyawan berprestasi.

Elemen keempat, sebagai Arsitektur Strategi yang mengetahui dan memahami sampai tingkat implementasi dari manajemen perubahan. Tak salah lagi korporasi yang tetap ingin bertumbuh secara berkesinambungan harus berkawan dengan perubahan. Ketika korporasi memutuskan berubah, pengelola human capital harus sebagai garda utama pengawal perubahan yang bertugas meletakkan dasar-dasar strategi mengarungi perubahan.

Elemen kelima, bertindak sebagai Kontributor Bisnis yang menyukseskan bisnis secara keseluruhan. Dalam elemen ini, pengelola human capital berperan dalam menterjemahkan kontek sosial bisnis, ukuran nilai-nilai bisnis, teknologi bisnis dan rantai nilai bisnis. Atau secara sederhana sebagai penyokong divisi lain dalam menjalankan bisnis agar sukses berkelanjutan.

Elemen terakhir, keenam adalah Eksekutor Operasi yang bermain pada wilayah pekerjaan harian dalam mengelola orang dan organisasi. Peran ini seperti lazim dijalankan oleh divisi human capital, yaitu pelaksana kebijakan bekerja (sistem dan prosedur, deskripsi pekerjaan, sistem penilaian). Seiring dengan bertumbuhnya teknologi informasi, eksekutor operasi ini juga harus piawai dalam menjalankan human capital teknologi, apapun program yang digunakan.

Pemahaman terhadap enam elemen utama pengelola human capital pada dasarnya bukan sebuah teori yang rumit dan sulit untuk dilaksanakan. Bila diikuti dengan benar tak ayal lagi korporasi akan sukses menerapkan CBHRM. Tak peduli korporasi tersebut hidup dalam sebuah lingkungan dan pengelola (termasuk pengelola human capital) yang malas belajar. Selamat mempraktikkan!

Sumber :
http://sekar.or.id/xampp/index.php?option=com_content&task=view&id=482&Itemid=55
2 Oktober 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar